Novel Kilat untuk Gus Dur
Novel_Kilat_untuk_Gus_Dur ANTARA
JAKARTA--MI: Novel karya Damien Dematra yang ditulis kilat selama tiga hari berjudul Sejuta Hati untuk Gus Dur diluncurkan di Aula Kantor Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PB NU), Jakarta, Jumat (8/1).
Aula Kantor Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PB NU) menjadi saksi bisu persembahan terbaik anak bangsa untuk Bapak Pluralisme Indonesia, KH Abdurrahman Wahid, atau biasa yang akrab dipanggil Gus Dur.
Sepuluh hari sudah sejak berita kepergiannya, persembahan hati kali ini diwujudkan dalam bentuk sebuah novel karya Damien Dematra berjudul Sejuta Hati untuk Gus Dur. Uniknya novel ini hanya diselesaikan penulisnya tak lebih dari tiga hari.
Direktur penerbitan Gramedia Subrata dengan tegas menyatakan persembahan ini mutlak untuk memperbesar nyala lilin gagasan Gus Dur di hati anak bangsa. "Gus Dur bagaikan sebuah lilin besar yang telah menyalakan lilin-lilin di hati kita. Saya pribadi berharap kita semua dapat pula memperbesar nyala lilin itu lalau menyebarkannya ke yang lain," ungkapnya dalam sambutan peluncuran novel tersebut.
Ikatan kuat penghormatan terhadap keberagaman yang Gus Dur tanam, tercermin dari berjubelnya mereka yang datang dalam peluncuran buku tersebut. Meski bertempat di markas salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia, gagasan pluralis Gus Dur berhasil menghadirkan para tokoh agama yang tergabung dalam Forum Lintas Agama.
Gagasan pluralis yersebut diakui Ketua Umum PB NU Hasyim Muzadi telah ia rasakan saat pertama kali bertemu Gus Dur tahun 1975. Gus Dur seorang kiai dari kalangan tradisional NU ternyata memberanikan dirinya mengajar di sekolah Kristen, Balai Wiyoto, Malang.
Hasyim mengingat betul bagaimana marahnya para kiayi saat mereka mengetahui kegiatan Gus Dur tersebut. "Biar saja, memang kiai itu bagiannya marah-marah," kenang Hasyim mengingat jawaban khas Gus Dur.
Ia ingat betul GUs Dur menekankan ia hanya ingin memberikan sesuatu kepada murid-murid Kristen-nya. Sikap plurais tersebut, lanjut Hasyim, kembali tercermin dalam konsep civil society yang dicetuskan Gus Dur dalam muktamar NU di Semarang.
"Ketika itu saya Ketua NU Malang. Konsep tersebut mengingankan agar NU tidak menjadi bagian dari organisasi politik yang sarat kepentingan kelompok. NU harus diletakkan di tata nilai, bukan tata kepentingan," tandas Hasyim.
"Saat itulah konsep yang kemudian dikenal khitah NU itu mendapat reaksi besar dari kalangan NU sendiri, karena ketika itu orang NU menikmati kepentingan politik," papar Hasyim.
Memang tak mudah memahami ide-ide progresif Gus Dur, Hasyim sendiri merasa salah satu PR terbesar anak bangsa adalah menerjemahkan pemikiran-pemikiran GUs Dur tersebut. " Penerimaan NU terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai ideologi negara merupakan salah satu keberhasilan Gus Dur," tandasnya.
Selain peluncuran novel, momen tersebut dijadkan pula sebagai ajang pemberian testimoni untuk almarhun Gus Dur. Berbagai perwakilan kelompok yang selama ini menjadi konsentrasi perjuangan Gus Dur memaparkan kesannya. Ada pula pembacaan puisi dari Budi S Tanuwijaya, Ketua Matakin.
"Kesan terkuat saya adalah kepedulian Gus Dur yag besar tehadap hak-hak perempuan. Dan itu ia aplikasikan dalam kehidupan rumah tangganya," ungkap salah seorang sahabatnya berwarga negara Italia, Rosalia.
Ungkapan senada terluncur pula dari perwakilan Persatuan Gereja Indonesia, Masyarakat Budhayana Indonesia, Ketua Matakin, serta perwakilan kelompok Hindu. Keberpihakan Gus Dur terhadap kaum minoritas tak membuat Gus Dur melupakan indetitas muslimnya. Selain sahabat-sahabat Gus Dur, hadir pula putrinya Lisa Wahid. (*/OL-03)
JAKARTA--MI: Novel karya Damien Dematra yang ditulis kilat selama tiga hari berjudul Sejuta Hati untuk Gus Dur diluncurkan di Aula Kantor Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PB NU), Jakarta, Jumat (8/1).
Aula Kantor Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PB NU) menjadi saksi bisu persembahan terbaik anak bangsa untuk Bapak Pluralisme Indonesia, KH Abdurrahman Wahid, atau biasa yang akrab dipanggil Gus Dur.
Sepuluh hari sudah sejak berita kepergiannya, persembahan hati kali ini diwujudkan dalam bentuk sebuah novel karya Damien Dematra berjudul Sejuta Hati untuk Gus Dur. Uniknya novel ini hanya diselesaikan penulisnya tak lebih dari tiga hari.
Direktur penerbitan Gramedia Subrata dengan tegas menyatakan persembahan ini mutlak untuk memperbesar nyala lilin gagasan Gus Dur di hati anak bangsa. "Gus Dur bagaikan sebuah lilin besar yang telah menyalakan lilin-lilin di hati kita. Saya pribadi berharap kita semua dapat pula memperbesar nyala lilin itu lalau menyebarkannya ke yang lain," ungkapnya dalam sambutan peluncuran novel tersebut.
Ikatan kuat penghormatan terhadap keberagaman yang Gus Dur tanam, tercermin dari berjubelnya mereka yang datang dalam peluncuran buku tersebut. Meski bertempat di markas salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia, gagasan pluralis Gus Dur berhasil menghadirkan para tokoh agama yang tergabung dalam Forum Lintas Agama.
Gagasan pluralis yersebut diakui Ketua Umum PB NU Hasyim Muzadi telah ia rasakan saat pertama kali bertemu Gus Dur tahun 1975. Gus Dur seorang kiai dari kalangan tradisional NU ternyata memberanikan dirinya mengajar di sekolah Kristen, Balai Wiyoto, Malang.
Hasyim mengingat betul bagaimana marahnya para kiayi saat mereka mengetahui kegiatan Gus Dur tersebut. "Biar saja, memang kiai itu bagiannya marah-marah," kenang Hasyim mengingat jawaban khas Gus Dur.
Ia ingat betul GUs Dur menekankan ia hanya ingin memberikan sesuatu kepada murid-murid Kristen-nya. Sikap plurais tersebut, lanjut Hasyim, kembali tercermin dalam konsep civil society yang dicetuskan Gus Dur dalam muktamar NU di Semarang.
"Ketika itu saya Ketua NU Malang. Konsep tersebut mengingankan agar NU tidak menjadi bagian dari organisasi politik yang sarat kepentingan kelompok. NU harus diletakkan di tata nilai, bukan tata kepentingan," tandas Hasyim.
"Saat itulah konsep yang kemudian dikenal khitah NU itu mendapat reaksi besar dari kalangan NU sendiri, karena ketika itu orang NU menikmati kepentingan politik," papar Hasyim.
Memang tak mudah memahami ide-ide progresif Gus Dur, Hasyim sendiri merasa salah satu PR terbesar anak bangsa adalah menerjemahkan pemikiran-pemikiran GUs Dur tersebut. " Penerimaan NU terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai ideologi negara merupakan salah satu keberhasilan Gus Dur," tandasnya.
Selain peluncuran novel, momen tersebut dijadkan pula sebagai ajang pemberian testimoni untuk almarhun Gus Dur. Berbagai perwakilan kelompok yang selama ini menjadi konsentrasi perjuangan Gus Dur memaparkan kesannya. Ada pula pembacaan puisi dari Budi S Tanuwijaya, Ketua Matakin.
"Kesan terkuat saya adalah kepedulian Gus Dur yag besar tehadap hak-hak perempuan. Dan itu ia aplikasikan dalam kehidupan rumah tangganya," ungkap salah seorang sahabatnya berwarga negara Italia, Rosalia.
Ungkapan senada terluncur pula dari perwakilan Persatuan Gereja Indonesia, Masyarakat Budhayana Indonesia, Ketua Matakin, serta perwakilan kelompok Hindu. Keberpihakan Gus Dur terhadap kaum minoritas tak membuat Gus Dur melupakan indetitas muslimnya. Selain sahabat-sahabat Gus Dur, hadir pula putrinya Lisa Wahid. (*/OL-03)
0 komentar:
Posting Komentar